Tahun 570 M, abrahah al-Asyram, seorang raja dari Yaman berusaha menghancurkan Ka’bah.
Awalnya Abrahah membangun gereja yang sangat besar di Shan’a, Yaman. Gereja itu memiliki sebuah bangunan dan pelataran yang sangat tinggi. Saking tingginya bangunan itu, setiap orang yang melihatnya harus mendongakkan kepala sedemikian rupa sehingga peci yang dikenakannya terancam lepas dari kepala. Semua sisi bangunan itu pun dihias.
Abrahah bertekad untuk memindahkan haji bangsa Arab ke gereja tersebut sebagaimana mereka selama ini berhaji ke Ka’bah di makkah. Kaum Quraisy benar-benar murka karenanya, sehingga sebagian dari mereka ada yang mendatangi gereja itu dan memasukinya pada malam hari kemudian menghancurkan isi di dalamnya. Tentu saja ini membuat Abrahah berang. Abrahah pun bersumpah akan pergi ke baitullah di Makkah dan menghancurkannya berkeping-keping.
Abrahah pun menyiapkan diri dan pergi dengan membawa pasukan yang cukup banyak dan disertai oleh seekor gajah yang sangat besar, belum ada seekor gajah pun sebelumnya yang terlihat seperti itu. Nama gajah itu adalah Mahmud. Ada juga pendapat yang menyebutkan, bersama Abrahah terdapat delapan gajah. Ada juga yang menyatakan dua belas gajah. Wallahu a’lam.
Maka setelah merasa gajahnya telah siap dan pasukannya telah siaga, Abrahah dan pasukannya pun menuju Makkah. Tetapi tiba-tiba, gajah yang begitu dibanggakan oleh Abrahah duduk berderum dan tak mau bangkit. Pasukan Abrahah memukul-mukul gajah agar verdiri, mereka bahkan memukul kepala gajah itu dengan kapak, tetapi gajah itu enggan berdiri. Kemudian mereka memasukkan tongkat mereka yang berujung lengkung ke belalainya, lalu menariknya supaya ia mau berdiri, tetapi gajah itu tetap menolak. Saat mereka mengarahkannya kembali ke Yaman, maka gajah itu berdiri dan berjalan cepat. Saat mereka mengarahkannya ke Syam, maka ia melakukan hal yang sama. Lalu mereka mengarahkannya ke timur, maka ia melakukan hal yang sama, yakni berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkannya ke Makkah, maka gajah itu pun kembali duduk menderum.
Lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan kepada mereka burung dari lautan yang mirip dengan burung alap-alap. Pada masing-masing burung membawa tiga batu: satu batu di paruhnya dan dua batu lainnya di kedua kakinya, batu sebesar biji kedelai dan biji adas, yang tidak seorang pun dari mereka yang terkena batu tersebut melainkan akan binasa. Enam puluh ribu prajurit tidak kembali ke negerinya, bahkan prajurit yang kembali dalam keadaan sakit yang akhirnya mati.