JAKARTA - Setelah disorot karena salah satu hakimnya tertangkap tangan menerima suap, kali ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terkena masalah hukum.
Lembaga peradilan di wilayah Jakarta Pusat dituding telah melakukan 100 kali melanggar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana saat menggelar persidangan, selama rentang waktu Februari-April 2011.
Pelanggaran itu diungkap Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dan Lembaga Kemahasiswaan FHUI LaSaLE, saat melapor ke Komisi Yudisial (KY), Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (10/6/2011).
Peneliti MaPPI Naomi Sinambela mengatakan 100 pelanggaran tersebut adalah hasil pemantauan yang bersifat insidental terhadap 52 persidangan di PN Jakpus. "Jadi 52 persidangan itu, tidak seluruh proses persidangan dari dakwaan sampai vonis dipantau, tapi hanya di bagian tertentu di mana pemantau ada di lapangan. Misalnya hanya saat sidang dengan agenda keterangan saksi," kata Naomi di Gedung KY.
Naomi mengatakan, beberapa di antara pelanggarannya adalah ada 11 proses sidang di mana hakim tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum. Hal itu bertentangan dengan KUHAP. Kemudian pelanggaran KUHAP yang lain, ada 9 proses persidangan di mana hakim tidak menjelaskan isi dan maksud surat dakwaan secara sederhana jika terdakwa tidak mengerti dakwaan.
Selain itu pelanggaran KUHAP yang lain, ada 10 kasus di mana hakim tidak mempersilakan saksi-saksi yang masih ada di ruang sidang untuk keluar. Selain pelanggaran KUHAP, ada satu kasus yang merupakan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku. Hal itu terjadi ketika hakim mengancam akan memberatkan hukuman apabila terdakwa banding.
Di luar semua pelanggaran tersebut, anggota LaSaLE Frederik mengatakan, ada kejadian aneh yang dia alami ketika memantau persidangan. Pada sebuah persidangan Frederik tiba tiba didatangi jaksa. Jaksa tersebut bertanya apakah Frederik dapat bicara bahasa Inggris. "Kemudian, jaksa tersebut meminta saya tiba-tiba jadi penerjemah untuk kasus yang terdakwanya warga negara asing," katanya.
Menjadi aneh, kata Frederik, dirinya yang tidak punya sertifikat menjadi ahli penerjemah juga disepakati oleh majelis hakim. "Saya pun disumpah seperti seorang ahli," ujarnya.
Anggota KY Suparman Marzuki yang menerima laporan tersebut sangat heran. Pihaknya pun berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut.
(Kholil Rokhman/Koran SI/hri)Sent from Indosat BlackBerry powered by